Sebuah pernyataan menarik dari seorang sosiolog bernama Wandell T Bush, bahwa "agama merupakan bagian dunia imajinasi yang sangat penting, yang berfungsi secara sosial, dan ungkapan verbalnya hanya merupakan peragaan bagian terkecil saja."
Sepertinya perlu digaris bawahi pada bagian bahwa agama merupakan dunia imajinasi, hal ini sebenarnya telah digambarkan oleh Jalaludin Rumi bahwa agama dan pemahaman tentang Tuhan memisahkan antara akal pikiran dan indera dengan batin / hati nurani.
Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indera dalam menentukan kebenaran. Di zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit itu. Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai oleh indera dan akal. Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengan cepat mereka ingkari dan tidak diakui. Padahal menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan Iman kepada sesuatu yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula, kepercayaan kepada segala hakekat yang tidak kasat mata, yang diajarkan berbagai syariat dan beragam agama samawi, bisa menjadi goyah.
Rumi mengatakan, “Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat keagamaan adalah gagasan yang dipelopori kelompok Mu’tazilah. Mereka merupakan para budak yang tunduk patuh kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya termasuk Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak terikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula memanjakannya.”
Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah melihatnya dengan mata kepala atau belum pernah meraba dengan indera. Sesungguhnya, batin akan selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah penyembuhan yang terkandung dalam obat. “Padahal, yang lahir itu senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik dirinya. Bukankah Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya tersembunyi di dalamnya?” tegas Rumi.
Mengenai Tarian Sufi atau Rumi Whirling Dervish,
Gerakan tubuh yang memutar berlawanan arah dengan jarum jam, merupakan bentuk penyatuan diri dengan Sang Pencipta. Umumnya tarian sufi dilakukan pria Turki secara berkelompok, sebagai ekspresi seorang pencari Tuhan saat bertemu dengan sang kekasih yang maha suci dan ketika merasakan kasih meletup-letup dari dalamnya perasaan dan ditransfer menjadi energi gerak dalam bentuk tari.
Ketika penari melakukan tarian dengan cara berputar, semakin lama putaran semakin cepat dan penari mengalami ekstase. Kalangan sufi memahami keadaan ekstase tersebut sebagai tingkat pencapaian perasaan penyatuan dengan Tuhan. Gerakan tari yang tercipta diyakini bukan dari diri si penari tetapi berasal dari kelembutan jiwa yang berserah diri pada Sang Pencipta.
Saat berputar, Rumi menanggalkan segala emosinya dan segala keduniawiannya, hingga yang dirasakannya hanyalah kerinduan dan kecintaannya pada Tuhan. Mungkin inilah mengapa agama dianggap sebagai dunia imajinasi. Karena meniadakan akal dan indera dalam memahaminya.
inilah sedikit ketikan saya..
mohon maaf jika ada salah kata, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT..