Sabtu, 27 April 2013

Jilbab dan Make Up Ala RSCM Jogja


Model : Naili Isnawati Sayida
Busana: QT Rumah Butik Muslimah (Laila Nurul Himmah)
Tata Rias dan Kerudung: Rumah Sehat Cantik Muslimah (Vhava Novha)


Yogyakarta, 27 April 2013

Red Team Sosiologi UGM 2010 (Putri)


Red Team Sosiologi UGM 2010 (Putri)
Dari kiri ke kanan:
Naili Isnawati Sayida 
Lucky Krisnawati Utami
Farida Rahmawati
Retno Tri Utami (Uuk)
Mila Prawitasari
Diyah Pramandani
Meta Aisyah
Prasatia Asri Veroza



This is my Red Team \m/
tgl 27 April 2013 lagi-lagi menjadi hari kemenangan bagi team Sosiologi putri 2010
team dengan squad
(dari kiri ke kanan, bawah) ada Lucky, Uuk, Meta
(dari kiri ke kanan, atas) Naili, Farida, Mila, Dani, Oza



Selamaaat Kawaaan
Yang dah pada pulang pada ga foto2 niiih.. hehehe
termasuk akuu >_<!


Senin, 01 April 2013

Mahasiswa, ingatlah hari ini!!


Untukmu Yang Wisuda Hari Ini…


Untukmu Yang Wisuda Hari Ini,


Ingatkah 4 atau 5 tahun silam, ketika engkau masih berseragam putih abu
Masihkah citamu seperti dahulu, sekedar menjadi manusia berguna dan masuk surga
Pastikan semangatmu masih semuda waktu itu, ketika apapun rintangan tak menghalangi tekadmu mencari  ilmu
Hingga suratan mengantarmu ke gerbang kampus biru


Untukmu Yang Wisuda Hari Ini,

Iya, bukan tanpa sebab Allah mengirimmu kemari
Benar, kau tak ditempa disini tanpa syarat
Yakinlah, ada narasi besar yang mengiringi langkahmu
Walaupun kemanjaan di awal kuliah seakan menutupi makna hadirmu


Untukmu Yang Wisuda Hari Ini,

Yakinkah akan idealisme kita dahulu?
Yang resah dengan keadaan, yang malu pada kondisi nestapa bangsa kita
Hingga terfikir untuk menggantikan mereka
Dengan intelektualitas dan moral yang kita punya
Kita pun berjanji, yah mari kita perbaiki tumpah darah Indonesia!


Untukmu Yang Wisuda Hari Ini,

Masih adakah nilai yang kita bangun dulu kawan,
Nilai yang senantiasa terpatri di hati nurani dengan tertancap mantap
Patriotisme, masih adakah?
Kerelawanan, apakah masih tersisa?
Pengabdian, sudah jadi kenangan?
Perjuangan, jangan-jangan sudah hilang?
Semoga bukan nurani yang terkunci, bukan hati yang kini mati


Untukmu Yang Wisuda Hari Ini,

Gadjah Mada mengenalkanmu pada dunia
Kampus rakyat inilah kawah candradimuka yang menggembleng jiwa
Hingga tak layak kita berakhir disini dengan melupakan akar
Akar kerakyatan dan hempasan darah-darah perjuangan bangsa
Hanya untuk sekedar memenuhi perut kalian sendiri


Untukmu Yang Wisuda Hari Ini,

Ghra Sabha Pramana bergelora pagi ini
Ribuan orangtua dengan kasih sayang paripurna hadir di istana ini
Meninggalkan apa saja di rumah dan kantornya hanya untuk ananda tercinta
Bukan untuk apa-apa, hanya ingin memastikan kebahagiaan putranya
Yang tidak mereka rasakan mendekati akhir usia


Untuk Yang Wisuda Hari Ini,

Engkau adalah raja dan ratu di pagi tadi
Semua datang menyambut penuh suka cita tanpa henti
Lihat istanamu bergemuruh tak terperi
Hanya untuk bisa merayakan kemenangan tanpa trophy
Yakni kemenangan hati


Untuk Yang Wisuda Hari Ini,

Soekarno lantang minta 10 pemuda untuk mengguncang dunia
Kini ada lebih dari 1000 pemuda, bahkan SARJANA
Semoga bukan menambah beban pengangguran angkatan kerja
Dan semoga benar-benar bisa mengguncang
Setidaknya guncanglah diri sendiri
Itulah selemah-lemahnya gelar Sarjana
Toga dan Selempang CUMLAUDE jadi saksinya


Untuk Yang Wisuda Hari Ini,

Dunia telah berputar jutaan kali
Di masa itu jutaan pemenang lahir
Pun, lebih banyak pecundang telah mengisi bumi
Terserah mau berperan apa
Dunia tak akan terhenti rotasi hanya karena peranmu
So, jadilah pemenang!
Setidaknya pemenang berkesempatan membuat dunia tersenyum, sederhana


Untuk Yang Wisuda Hari Ini,

Puluhan bunga untukmu hari ini akan segera layu
Begitu pula kebahagiaan wisuda yang semu
Cukup! Segeralah bergerak berkontribusi
Bangunlah bangsa yang sudah hampir bubar ini
Dengan cinta yang engkau punya
Warisan besar dari Gadjah Mada


Salam cinta dan kontribusi tiada henti…




#Djendelo Café, 22 Mei 2012
Didedikasikan untuk seluruh wisudawan wisudawati periode Mei 2012. Semoga tetap menginspirasi. J

Kasih Sayang Orangtua


1• Anak terkadang berfikir orang tuanya pilih kasih terhadap saudaranya

2• Anak terkadang merasa terkekang oleh orang tuanya

3• Anak terkadang merasa lebih pintar dan membantah nasihat orang tuanya

4• Anak terkadang merasa bahwa dirinya tidak di sayang

5• Anak terkadang memperhitungkan segala sesuatu yang telah ia lakukan untuk orang tuanya

6• Anak terkadang membingungkan harta warisan

7• Anak terkadang menganggap remeh sesuatu pekerjaan yang telah diberikan

8• Anak terkadang membentak orang tuanya saat berbicara


---» 8 Fakta ? yang tidak diketahui oleh anak:



?1. Anak sering tidak mengerti jika dibalik sepengetahuannya orang tuanya selalu memuji anak di depan saudaranya

?2. Anak sering tidak mengerti bahwa semua yang di lakukan orang tuanya hanya untuk kebaikan masa depan anak

?3. Anak sering tidak mengerti bahwa orang tuanya telah menjalani kehidupan yang lebih keras dibanding anak

?4. Anak sering tidak mengerti bahwa di setiap doa dan harapan orang tua nama anak selalu di ingat dan disebut

?5. Orang tua jarang sekali memberitahukan mengenai pengorbanannya selama melahirkan anda

?6. Orang tua telah mempersiapkan warisan terbaik (tdk selalu harta) untuk anaknya, hanya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk menyerahkan

?7. Orang tua tidak rela melihat anaknya hidup bersusah - susah di tempat orang lain.

?8. Anak tidak mengerti setiap kali ia membentak, hati orang tua akan bergetar dan menyebabkan umurnya lebih pendek



Note :

?Jika anda telah membaca pesan ini. Lanjutkan'lah kepada seluruh teman anda, biarkan berita ini dapat di ketahui banyak orang dan membuat anak tersadar akan perbuatannya terhadap orang tua mereka. Sayangi Orang Tua kalian selagi mereka masih ada bersama kalian di dunia ini

Kisah Cinta Ali dan Fatimah


Sungguh beruntung bila diantara kita ada yang bisa mengikuti jejak cinta dari seorang Ali bin Abi Thalib RA dan istrinya Fathimah Az-Zahra RA. Karena keduanya adalah sosok yang memiliki cinta sejati yang mumpuni. Saling mengisi dan percaya dalam mengarungi bahtera kehidupan. Saling menenguhkan keimanan masing-masing kepada Allah SWT. Dan untuk lebih jelasnya, mari kita ikuti kisah singkat tentang cinta sejati mereka:


Ada rahasia terdalam di hati ‘Ali yang tak dikisahkannya pada siapapun. Fathimah, karib kecilnya, puteri tersayang dari Sang Nabi yang adalah sepupunya itu, sungguh memesonanya. Kesantunannya, ibadahnya, kecekatan kerjanya, parasnya. Lihatlah gadis itu pada suatu hari ketika ayahnya pulang dengan luka memercik darah dan kepala yang dilumur isi perut unta. Ia bersihkan hati-hati, ia seka dengan penuh cinta. Ia bakar perca, ia tempelkan ke luka untuk menghentikan darah ayahnya. Semuanya dilakukan dengan mata gerimis dan hati menangis. Muhammad ibn ’Abdullah Sang Tepercaya tak layak diperlakukan demikian oleh kaumnya! Maka gadis cilik itu bangkit. Gagah ia berjalan menuju Ka’bah. Di sana, para pemuka Quraisy yang semula saling tertawa membanggakan tindakannya pada Sang Nabi tiba-tiba dicekam diam. Fathimah menghardik mereka dan seolah waktu berhenti, tak memberi mulut-mulut jalang itu kesempatan untuk menimpali.

Ali tak tahu apakah rasa itu bisa disebut cinta. Tapi, ia memang tersentak ketika suatu hari mendengar kabar yang mengejutkan. Fathimah dilamar seorang lelaki yang paling akrab dan paling dekat kedudukannya dengan Sang Nabi. Lelaki yang membela Islam dengan harta dan jiwa sejak awal-awal risalah. Lelaki yang iman dan akhlaqnya tak diragukan; Abu Bakar Ash Shiddiq, Radhiyallaahu ’Anhu.

”Allah mengujiku rupanya”, begitu batin ’Ali. Ia merasa diuji karena merasa apalah ia dibanding Abu Bakar. Kedudukan di sisi Nabi? Abu Bakar lebih utama, mungkin justru karena ia bukan kerabat dekat Nabi seperti ’Ali, namun keimanan dan pembelaannya pada Allah dan Rasul-Nya tak tertandingi. Lihatlah bagaimana Abu Bakar menjadi kawan perjalanan Nabi dalam hijrah sementara ’Ali bertugas menggantikan beliau untuk menanti maut di ranjangnya.

Lihatlah juga bagaimana Abu Bakar berda’wah. Lihatlah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam karena sentuhan Abu Bakar; ’Utsman, ’Abdurrahman ibn ’Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d ibn Abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan kanak-kanak kurang pergaulan seperti ’Ali.

Lihatlah berapa banyak budak Muslim yang dibebaskan dan para faqir yang dibela Abu Bakar; Bilal, Khabbab, keluarga Yassir, ’Abdullah ibn Mas’ud. Dan siapa budak yang dibebaskan ’Ali? Dari sisi finansial, Abu Bakar sang saudagar, insya Allah lebih bisa membahagiakan Fathimah.
Ali hanya pemuda miskin dari keluarga miskin. ”Inilah persaudaraan dan cinta”, gumam ’Ali. ”Aku mengutamakan Abu Bakar atas diriku, aku mengutamakan kebahagiaan Fathimah atas cintaku” Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilahkan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan.

Beberapa waktu berlalu, ternyata Allah menumbuhkan kembali tunas harap di hatinya yang sempat layu. Lamaran Abu Bakar ditolak. Dan ’Ali terus menjaga semangatnya untuk mempersiapkan diri. Namun, ujian itu rupanya belum berakhir. Setelah Abu Bakar mundur, datanglah melamar Fathimah seorang laki-laki lain yang gagah dan perkasa, seorang lelaki yang sejak masuk Islamnya membuat kaum Muslimin berani tegak mengangkat muka, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh- musuh Allah bertekuk lutut.

Umar ibn Al-Khaththab. Ya, Al-Faruq, sang pemisah kebenaran dan kebathilan itu juga datang melamar Fathimah. ’Umar memang masuk Islam belakangan, sekitar 3 tahun setelah ’Ali dan Abu Bakar. Tapi siapa yang menyangsikan ketulusannya? Siapa yang menyangsikan kecerdasannya untuk mengejar pemahaman? Siapa yang menyangsikan semua pembelaan dahsyat yang hanya ’Umar dan Hamzah yang mampu memberikannya pada kaum muslimin? Dan lebih dari itu, ’Ali mendengar sendiri betapa seringnya Nabi berkata, ”Aku datang bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku keluar bersama Abu Bakar dan ’Umar, aku masuk bersama Abu Bakar dan ’Umar”.

Betapa tinggi kedudukannya di sisi Rasul, di sisi ayah Fathimah. Lalu coba bandingkan bagaimana dia berhijrah dan bagaimana ’Umar melakukannya. ’Ali menyusul sang Nabi dengan sembunyi-sembunyi, dalam kejaran musuh yang frustasi karena tak menemukan beliau Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam. Maka ia hanya berani berjalan di kelam malam. Selebihnya, di siang hari dia mencari bayang-bayang gundukan bukit pasir. Menanti dan bersembunyi. ’Umar telah berangkat sebelumnya. Ia thawaf tujuh kali, lalu naik ke atas Ka’bah. ”Wahai Quraisy”, katanya. ”Hari ini putera Al-Khaththab akan berhijrah. Barangsiapa yang ingin isterinya menjanda, anaknya menjadi yatim, atau ibunya berkabung tanpa henti, silakan hadang ’Umar di balik bukit ini!” ’Umar adalah lelaki pemberani. ’Ali, sekali lagi sadar. Dinilai dari semua segi dalam pandangan orang banyak, dia pemuda yang belum siap menikah. Apalagi menikahi Fathimah binti Rasulullah! Tidak. ’Umar jauh lebih layak. Dan ’Ali pun ridha. Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan.Maka ’Ali bingung ketika kabar itu meruyak. Lamaran ’Umar juga ditolak.

Menantu macam apa kiranya yang dikehendaki Nabi? Yang seperti ’Utsman sang miliarderkah yang telah menikahi Ruqayyah binti Rasulullah? Yang seperti Abul ’Ash ibn Rabi’kah, saudagar Quraisy itu, suami Zainab binti Rasulillah? Ah, dua menantu Rasulullah itu sungguh membuatnya hilang kepercayaan diri. Di antara Muhajirin hanya ’Abdurrahman ibn ’Auf yang setara dengan mereka. Atau justru Nabi ingin mengambil menantu dari Anshar untuk mengeratkan kekerabatan dengan mereka? Sa’d ibn Mu’adzkah, sang pemimpin Aus yang tampan dan elegan itu? Atau Sa’d ibn ’Ubaidah, pemimpin Khazraj yang lincah penuh semangat itu?

”Mengapa bukan engkau yang mencoba kawan?”, kalimat teman-teman Ansharnya itu membangunkan lamunan. ”Mengapa engkau tak mencoba melamar Fathimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi.. ” ”Aku?”, tanyanya tak yakin.”Ya. Engkau wahai saudaraku!” ”Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa kuandalkan?” ”Kami di belakangmu, kawan! Semoga Allah menolongmu!”

’Ali pun menghadap Sang Nabi. Maka dengan memberanikan diri, disampaikannya keinginannya untuk menikahi Fathimah. Ya, menikahi. Ia tahu, secara ekonomi tak ada yang menjanjikan pada dirinya. Hanya ada satu set baju besi disana ditambah persediaan tepung kasar untuk makannya. Tapi meminta waktu dua atau tiga tahun untuk bersiap-siap? Itu memalukan! Meminta Fathimah menantikannya di batas waktu hingga ia siap? Itu sangat kekanakan. Usianya telah berkepala dua sekarang. ”Engkau pemuda sejati wahai ’Ali!”, begitu nuraninya mengingatkan. Pemuda yang siap bertanggungjawab atas cintanya. Pemuda yang siap memikul resiko atas pilihan-pilihannya. Pemuda yang yakin bahwa Allah Maha Kaya.

Lamarannya berjawab, ”Ahlan wa sahlan!” Kata itu meluncur tenang bersama senyum Sang Nabi. Dan ia pun bingung. Apa maksudnya? Ucapan selamat datang itu sulit untuk bisa dikatakan sebagai isyarat penerimaan atau penolakan. Ah, mungkin Nabi pun bingung untuk menjawab. Mungkin tidak sekarang. Tapi ia siap ditolak, itu resiko. Dan kejelasan jauh lebih ringan daripada menanggung beban tanya yang tak kunjung berjawab. Apalagi menyimpannya dalam hati sebagai bahtera tanpa pelabuhan. Ah, itu menyakitkan. ”Bagaimana jawab Nabi kawan? Bagaimana lamaranmu? ”Entahlah…” “Apa maksudmu?” “Menurut kalian apakah ’”Ahlan wa Sahlan” berarti sebuah jawaban!” ”Dasar tolol! Tolol!”, kata mereka, ”Eh, maaf kawan. Maksud kami satu saja sudah cukup dan kau mendapatkan dua! Ahlan saja sudah berarti ya. Sahlan juga. Dan kau mendapatkan Ahlan wa Sahlan kawan! Dua-duanya berarti ya !” Dan ’Ali pun menikahi Fathimah. Dengan menggadaikan baju besinya. Dengan rumah yang semula ingin disumbangkan ke kawan-kawannya tapi Nabi berkeras agar ia membayar cicilannya. Itu hutang. Dengan keberanian untuk mengorbankan cintanya bagi Abu Bakar, ’Umar, dan Fathimah. Dengan keberanian untuk menikah. Sekarang, bukan janji-janji dan nanti-nanti.

Ali adalah gentleman sejati. Tidak heran kalau pemuda Arab memiliki yel, “Laa fatan illa ‘Aliyyan! Tak ada pemuda kecuali Ali!” Inilah jalan cinta para pejuang. Jalan yang mempertemukan cinta dan semua perasaan dengan tanggung jawab. Dan di sini, cinta tak pernah meminta untuk menanti. Seperti ’Ali. Ia mempersilakan. Atau mengambil kesempatan. Yang pertama adalah pengorbanan. Yang kedua adalah keberanian.

Dan ternyata tak kurang juga yang dilakukan oleh Putri Sang Nabi, dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari (setelah mereka menikah) Fathimah berkata kepada ‘Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali jatuh cinta pada seorang pemuda ” ‘Ali terkejut dan berkata, “kalau begitu mengapa engkau mau menikah denganku? dan siapakah pemuda itu?” Sambil tersenyum Fathimah pun berkata; “Ya, karena pemuda itu adalah dirimu”

Kemudian Nabi SAW bersabda: “ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fathimah puteri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesungguhnya aku telah menikahkannya dengan maskawin empat ratus Fidhdhah (dalam nilai perak), dan Ali ridha (menerima) mahar tersebut”

Kemudian Rasulullah SAW. mendoakan keduanya: “Semoga Allah mengumpulkan kesempurnaan kalian berdua, membahagiakan kesungguhan kalian berdua, memberkahi kalian berdua, dan mengeluarkan dari kalian berdua kebajikan yang banyak”


Sumber: http://oediku.wordpress.com