Selasa, 02 Juli 2013

komersialisasi pendidikan?

sore ini keinget sama pengalaman yang begitu berbeda
beberapa waktu lalu aku sempat diminta tolong untuk ngajar di sebuah sekolah internasional
sangat berbeda suasananya dengan pengalaman aku mengajar di PKBM
jelas, di PKBM rata-arata siswanya berasal dari golongan menengah kebawah,
sedangkan anak-anak dari sekolah internasional tersebut mayoritas berasal dari golongan atas
hal ini seakan membuat adanya perbedaan yang jelas antar kelas dari kedua lembaga pendidikan tersebut.
yang aku ingat saat aku berdialog dengan salah satu siswa di sekolah internasional itu:
aku: dek, besok mau lanjut kuliah dimana?
dia: hmm, mbaknya nanya kuliah yang didalam negeri apa di luar negeri?
aku: -..- hmm, dua2nya deh.. mau dimana?
dia: klo di dalam negeri aku mau di ____ dan ____, trus kalo yang di luar negeri aku mau di ____ (menyebutkan salah satu universitas di Jerman)

oke fine, salah satu muridnya bilang kaya begitu
bagaimana murid yang lain?
untung murid yang berikutnya memilih kuliah di dalam negeri saja..
di sekolah itu, fasilitas yang mereka miliki lebih memadai dan lebih lengkap dibanding sekolah lain apalagi jika hanya PKBM

bagaimana dialog ku dengan murid-murid ku yang di PKBM?
bagi mereka, bisa ikut sekolah yang setara dengan SMA saja sudah sangat beruntung..
mereka kebanyakan putus sekolah atau tidak lulus saat ujian SMA
tapi ada salah seorang murid di PKBM yang bikin aku penasaran..
rata-rata saat aku mengajar pelajaran sosiologi, banyak murid yang belum paham dengan istilah-istilah akademis..
namun ada salah seorang murid yang ternyata pengetahuannya cukup luas..
saat aku tanya:
aku: lho? kok sudah tau itu artinya apa? sering belajar ya?
dia: enggak kok mbak, saya kan karyawan penjaga gudang, kalo pas ga ada kerjaan saya sering mbaca koran
aku: ooh, bagus-bagus, bacaan apa yang paling disukai? tentang politik? atau apa? atau SST yang ada di pojok koran ___ ? hehe
dia: banyak mbak, tantang berita korupsi, ya pokoknya banyaklah mbak

tapi itu hanya salah satu saja dari murid-muridku..
selama aku mengajar di PKBM, baru satu itu yang menurut ku tergolong diatas standar siswa kejar paket..
karena murid-murid ku yang lainnya aduuh ampuun, kudu sabaaar bangeet ngajar mereka..
selain mereka terbatas dari fasilitas dan informasi, mereka biasanya udah rada susah untuk menyerap pelajaran karena rata-rata mereka sekarang sudah bekerja dan dulunya putus sekolah..
SABAR merupakan kata-kata paling penting, selain biasanya ada beberapa dari mereka yang bandel, mereka juga sering lupa apa yang minggu sebelumnya sudah diajarkan -..-
tuan guru bilang memang begitu spesialnya murid-murid disini..
"kalo mereka rajin-rajin, pintar-pintar, nurut-nurut, ya ndak sekolah di sini.. dah pada sekolah tinggi2 semua" begitu kata tuan guru di PKBM tempat ku ngajar.

apa yang bisa kalian simpulkan dari cerita singkat ku di atas? :)

selain dari perbedaan kedua instansi pendidikan itu, apakah lembaga pendidikan mampu menjadikan pendidikan sebagai jembatan menuju kesejahteraan yang adil dan beradab?
sebenarnya apa visi misi pendidikan?
apakah moral juga diajarkan di sekolahan?
apakah murid diajarkan untuk kritis?
dan masih banyak kalimat tanya mengenai instansi yang satu ini?
haruskah semua lembaga pendidikan memiliki standar yang sama?
sama nya bagaimana?
bagaimana dengan sekolah yang ada di pelosok dan daerah pedalaman?
mengapa tidak diadakan otonomi sekolahan saja agar mereka menentukan standar yang pas bagi sekolah mere sendiri..
biar masyarakat yang menilai baik buruknya sekolah itu sendiri..
standar yang diterapkan pemerintah dirasa tidak cocok untuk sekolahan di daerah-daerah lain..